Bunda, apa arti anak bagi anda? Bagi sebagian perempuan, memiliki anak adalah anugerah tak ternilai. Namun bagi sebagian lain, kehadirannya bagaikan bencana. Bagi saya, anak adalah sebuah kisah. Ia memiliki cerita dan skenarionya sendiri. Apa yang dihadirkan, apa yang ditawarkan, selalu memberi ruang tersendiri di bilik hati.
Bunda, seberapa sayang cinta dan kasihmu pada si kecil? Begitu besarkah hingga melebihi gunung Himalaya? Begitu luaskah hingga melebihi sungai Nil? Begitu indahkah hingga melebihi taman gantung Babylonia? Jika ada yang bertanya pada saya seberapa sayang saya pada si buah hati? Maka jawabnya, selama saya masih terus bernafas.
Taman Gantung Babylonia_Image diambil dari sini
Bunda, tanpa disadari, ada saat dimana kita seolah hilang kendali. Ketika si kecil membuat ulah yang tak semestinya, spontan kita memarahi, memaki, berucap kasar, mencubit, bahkan mungkin memukul. Tak lama setelah itu, tangisnya pun pecah mengisi sudut-sudut rumah. Dan saat itu, kita malah tambah memarahi karena dianggap membuat ruangan semakin bising dengan suara tangisnya. Sejurus kemudian, diambil langkah penyelesaian agar ia diam. Dimasukkannya ke dalam kamar tidur, atau kamar mandi, dan kunci dari luar. Begitukah, bunda?
Foto koleksi pribadi
Bunda, anak memiliki kemampuan sendiri-sendiri berdasarkan tingkat usianya. Sudah seharusnya kita sebagai orangtua, lebih bisa memahami keunikan si buah hati. Karena kita adalah sosok dewasa. Sosok yang seharusnya lebih peka dan arif dalam mendidik si kecil. Sosok yang telah matang dalam hal usia.
Saya, sebagai seorang bunda, pun tak luput dari khilaf. Terkadang lepas kendali seolah merajai diri saat menghadapi aksi si kecil. Ketika anak susah makan, susah diatur, susah disuruh tidur, susah diajak mandi, asyik mencorat-coret dinding ruang, merusak mainan yang baru dibelikan, atau memporakporandakan koleksi mainannya yang baru saja selesai dirapikan, seolah tanpa sadar kita asyik memarahinya akan perbuatannya. Terkadang, saya pun melakukan hal itu. Walau tak pernah hingga memukul (karena anti bagi saya untuk memukul), namun begitu suara tangisnya pecah, seolah saya telah melakukan kesalahan besar dengan melukai hatinya. Saya tak pernah kuat melihat airmatanya mengalir. Begitu ia menangis, hati saya pun ikut teriris. Saya ingat betul bagaimana perjuangan untuk menghadirkan ia dalam pelukan saya saat di ruang persalinan. Saya ingat benar bagaimana rasanya menahan sakit akibat mulas pembukaan.
Image diambil dari sini
Bunda, jika saya terlanjur memarahinya, maka setiap malam, saat saya menemaninya tidur, saya belai halus rambutnya. Saya cium berulang-ulang keningnya. Saya rengkuh jemari-jemarinya yang kecil. Saya usap punggungnya, dan saya bisikkan ditelinganya sebuah doa sederhana,
"Anakku, sayang. Maafkan mama. Maaf jika seharian mama sudah memarahimu. Ajari mama tentang arti kesabaran. Ajari mama agar dewasa dan bijak menghadapimu. Ajari mama agar terus mencintai dan menyayangimu. Jadilah selalu sang penyejuk hati bagi mama dan bapak. Jadilah selalu pelita bagi kami. Sayang, mama sangat menyayangimu."
Bagaimana denganmu, bunda?!
No comments:
Post a Comment