Saturday 20 December 2014

NASI BAKAR TERI NASI BUATAN MAMA AIRA

Gambar/dokumentasi milik pribadi
Nasi bakar merupakan menu favorit suami dan menjadi pilihan menu andalan saat makan di luar rumah. Bisa dibilang kami memiliki lokasi khusus untuk wisata kuliner dengan kocek yang lumayan murah. Awal mula membuat nasi bakar bisa dikatakan sebagai aksi nekat saya. Jujur saja, tanpa mengetahui bagaimana cara membuatnya, saya melakukan eksperimen.
Saya ingat, suatu kali suami pernah berkata ingin sekali makan nasi bakar lagi. Hanya sayangnya, untuk merealisasikan mencicipi hidangan lezat itu dengan membelinya di tempat biasa cukup merogoh kantong tergolong lumayan banyak disaat kondisi keuangan menipis. Untuk 1 porsi nasi bakar dibandrol dengan harga 25ribu rupiah. Sementara, suami tak pernah cukup dengan hanya menikmati 1 porsi saja. Bila membeli minimal 2 porsi sudah harus mengeluarkan 50ribu rupiah untuk sekali makan. Dan apakah selama satu hari itu kami hanya sekali makan? Andai keadaan kondisi keuangan berlebih, mungkin uang sebesar itu tak menjadi bahan pemikiran panjang. Tapi jika kondisi kantong mepet? Ah, rasanya tak perlu berfikir 100kali lagi untuk membelinya. Tentu sudah dipastikan jawabnya, tidak!
Antara ingin memanjakan perut suami dengan memerhitungkan jumlah dana yang tersedia, akhirnya saat itu saya memutuskan untuk membuatnya sendiri di rumah. Seperti kebanyakan orang berkata bahwa setiap masakan tentu terasa nikmat dan mantap bila dibuat dengan penuh cinta dan ketulusan. Ahay, terdengar hiperbola sepertinya. Namun saya yakin akan hal itu. Maka, pagi itu saya melajukan motor menuju pasar di dekat rumah. Dan saya juga baru tahu bahwa untuk seikat daun pisang yang berisi beberapa lembar daun hanya dihargai 2000 rupiah saja. Wah, senangnya saya kala itu. Kemudian saya kembali berburu bahan lainnya. Kali ini saya terfikir teri nasi. Suami yang sangat suka dengan teri nasi membuat saya yakin bahwa nasi bakar buatan saya nanti tentu akan disukai olehnya. Dengan bermodalkan 4500 rupiah saya dapatkan sekantung teri nasi. Tak lupa saya membeli tempe seharga 3000 dan tahu dengan nominal yang sama. Sebagai pelengkap, saya beli 1 buah timun. Namun karena saya hanya membeli 1 buah, maka oleh si ibu pedagang, timun itu diberinya tanpa perlu saya bayar. Bahkan saya memperoleh 2 buah. Alhamdulillah.
Setelah melihat-lihat bahan belanjaan saya, akhirnya saya pulang. Saya tak perlu membeli bumbu dapur karena di tiap awal bulan saya memang kerap menyetok bahan-bahan tersebut dengan alasan bahwa bumbu dapur akan selalu terpakai dan awet hingga berbulan-bulan.
Sesampainya di rumah saya mulai mengolah bahan belanjaan. Saya terfikir membuat tempe dan tahu bacem. 1 tempe berukuran persegi dengan panjang sekitar 10cm tersebut saya potong menjadi 2 bagian. Begitupun dengan tahu. Tempe dan tahu sisa paruhan itu saya simpan ke dalam wadah dan dimasukkan ke lemari es untuk diolah esok harinya. Dengan cara ini lumayan dapat menghemat pengeluaran. Begitu saya membuka persediaan bumbu dapur, aha! Ada sebutir bawang bombay besar disana. Saya pun menjadikan benda satu itu sebagai bahan masakan saya. Suami memang gemar sekali dengan bawang bombay. Hampir semua masakan saya tambahkan bawang bombay. Selain untuk membuat suami suka, benda ini juga mampu menambah cita rasa tersendiri.
Cara mengolah nasi bakar terlebih dahulu saya cuci bersih beras. Kemudian saya masukkan mesin penanak nasi dengan dibumbuhi bumbu-bumbu seperti garam dan sedikit gula, minyak sayur, teri nasi, irisan bawang bombay dan tentu saja air. Seperti memasak nasi biasa, tinggal 'jeklek', dan tunggu hingga matang. Sambil menunggu nasi matang, saya siapkan daun pisang yang akan dibakar. Kemudian saya mulai mengolah tahu dan tempe yang akan dibacem dan sudah dipotong menjadi beberapa bagian. Nasi matang, tempe dan tahu bacem pun siap. Saya mulai memasukkan nasi ke dalam daun yang sudah dibersihkan dan sedikit dibakar untuk melemaskan daun agar mudah dilipat. Lalu mulailah membakarnya pada kompor. Saat itu saya tidak memiliki alat bebakaran. Maka, saya gunakan teflon tanpa diberi minyak atau margarin. Setelah dirasa warna daun sudah matang diolah, baru saya bakar langsung pada tungku kompor sebentar hanya untuk mendapatkan warna bakaran daun. Semua siap. Tinggal iris timun, selesai. Saat itu satu hal saya lewatkan. Sambal! Buru-buru saya buat sambal sebagai pelengkap. Dengan memanfaatkan blender, membuat bumbu menjadi mudah tanpa harus menguleknya yang tentu saja membutuhkan waktu lebih lama.
Begitu waktu makan, melihat anak dan suami menikmatinya dengan lahap tentu membuat saya sangat bahagia. Suami pun nambah lagi dan lagi. Saya hitung-hitung, rasanya untuk membeli daun dan bahan lain di pasar hanya mengeluarkan dana 12500 rupiah saja. Beruntungnya karena timun dan bawang bombay tidak perlu dibeli serta bumbu lainnya karena memang masih ada persediaan di dapur. Namun kalaupun memang tidak ada dan harus membeli rasanya dengan uang 1 porsi itu bisa menghasilkan nasi bakar berporsi-porsi. Maka jadilah kami makan nasi bakar selama satu harian itu. Terbayang sudah jika harus membelinya di luar. Bisa jadi uang sebesar 75ribu rupaih pasti ludes hanya untuk 3 porsi nasi bakar. Dan itu tak cukup mengganjal perut kami selama satu hari penuh.
Saya tahu, cara memasak nasi bakar tersebut berbeda dari yang biasa kami beli. Dan saya pun tak tahu pasti bagaimana mereka membuatnya. Namun saya selalu berpedoman bahwa dalam memasak tak pernah ada kata salah. Kata tersebut hanya membuat kita takut untuk melakukan eksplorasi diri dalam menciptakan makanan. Walau terkadang dianggap 'nyeleneh' akibat berbeda dari kebiasaan, namun saya menganggap selama tidak menimbulkan keracunan makanan dan tidak membahayakan yang mengonsumsi, kenapa tidak bila berbeda? Sebenarnya bukan karena ingin berbeda, dan bukan pula karena pandai memasak, namun hanya untuk memanfaatkan bahan yang ada tanpa mengeluarkan biaya baru atas nama penghematan sehingga membuat saya harus memutar otak untuk berani berinovasi dan berkreasi menghasilkan sebuah menu dengan bahan seadanya. Sebab, sebagai seorang istri sekaligus ibu dan yang mengelola keuangan, rasanya cara itu memang perlu diterapkan agar keuangan kami tidak morat-marit.   
Nah, itu nasi bakarku. Bagaimana nasi bakarmu?    

2 comments:

BESTIE

Dari sekian banyak teman yang saya miliki, mungkin hanya satu sosok manusia ini nih yang paling nge-klik. Sebab, cuma dia yang berani bicara...