Ini salah satu naskahku yang dimuat di majalah Potret Edisi 61 lalu
Ketika sebagian
orang bangga akan jabatannya di kantor yang sukses sebagai wanita karier, dan
sebagian lainnya merasa kecil saat dirinya hanya sebagai seorang Ibu rumah
tangga, Aku adalah salah satu yang merasa bangga dengan posisiku saat ini.
Sebagai seorang Ibu rumah tangga yang selalu berkutat dengan pekerjaan rumah
yang hampir selalu sama dan itu-itu saja, mungkin menjadi hal yang membosankan.
Tak bisa ku pungkiri, terkadang rasa itu menyergap hadir. Namun disitulah indahnya.
Kita seperti di trainning untuk mampu
keluar dari rasa jemu tersebut.
Bagi sebagian
orang, menjadi Ibu rumah tangga adalah pilihan terakhir yang ditempuh ketika
pilihan-pilihan lain dirasa sudah tak mampu lagi dijalani. Baik itu karena
sudah uzur, dikeluarkan dari pekerjaan dan sulit mendapatkannya kembali,
ataupun tak sanggup lagi membayar baby
sitter maupun pembantu. Pun ada kalanya pilihan sebagai seorang Ibu rumah
tangga, menghadirkan sedikit hinaan yang bersumber dari khalayak di sekitar
lingkungan. Seolah Ibu rumah tangga benar-benar diremehkan dan dianggap sebagai
sebuah profesi yang paling rendah bagi wanita.
Awalnya,
selayaknya kebanyakan perempuan lain, sukses sebagai wanita karier adalah
impianku. Bangga rasanya ketika pekerjaan berjalan lancar dan karier semakin
meroket naik. Bangga rasanya ketika
salary yang diterima sesuai dengan harapan dan kerja keras. Pun bangga
rasanya saat orangtua dan keluarga turut merasakan kesuksesan tersebut.
Terlebih kala jabatan tersebut membuat diri disegani dan dihormati oranglain.
Kala itu, impianku terlalu jauh kedepan. Aku ingin menjadi wanita sukses dengan
segudang ilmu dan kreatifitas tanpa batas. Aku ingin memiliki sesuatu dari
jerih payahku sendiri. Dan yang paling penting, Aku ingin dianggap sebagai wanita
tangguh dan hebat atas karier yang gemilang.
Namun, semua
impian tak berjalan lancar. Ketika menikah dan hamil, Aku harus memutuskan resign dari pekerjaan karena saat itu Aku
dihadapkan pada dua pilihan antara pekerjaan, atau janin yang tengah dikandung
dimana saat itu sang janin terlalu lemah. Maka, atas kesepakatan bersama suami,
Akupun resign demi keselamatan sang
janin. Awalnya belum terbiasa menjalani hari-hari dan berubah status menjadi
Ibu rumah tangga. Semua harus dijalani dengan terus belajar dan belajar dan
bersabar.
Lambat laun
seiring berjalannya waktu, Aku memutuskan untuk beralih sebagai Mompreneur. Hingga kini, sudah lebih
dari dua tahun Aku menekuni dunia bisnis sekaligus merangkap menjadi seorang
Ibu rumah tangga. Semua kujalani dengan tujuan tertentu, yakni buah hatiku. Aku
ingin membahagiakan dan selalu melihatnya bahagia. Mulai dari freelancer disain grafis, berjualan
pernak-pernik flanel, fashion, hingga
kuliner. Bahkan, Aku mulai merambah dan mencoba peruntungan di dunia penulisan.
Bagi kebanyakan orang, mungkin dimata mereka Aku seperti kemaruk (serakah) karena mengambil lahan bisnis lebih dari satu.
Aku tak ambil pusing. Bagiku, asal berpeluang menghasilkan materi, kenapa
tidak? Semua Aku jalani dengan senang hati. Terbayang rasanya saat mendulang sukses
menghasilkan pundi-pundi dari salah satu bisnis yang dijalankan.
Salah satu project tabloidku
Sebagai pekerja freelancer disain grafis, project yang diperoleh setiap bulan tak
bisa ditentukan. Terkadang banyak bahkan hingga overload, namun adakalanya tak ada pemasukan sama sekali di setiap
bulannya. Alasanku memilih pekerjaan ini pun karena latar belakang pendidikan
yang ku kenyam di bangku kuliah dulu. Walau sebagai Ibu rumah tangga, Aku tetap
harus menggunakan ilmuku agar tak tergilas oleh zaman yang semakin canggih.
Bukan berarti ketika seorang wanita memilih menjadi Ibu rumah tangga maka Ia
berhenti pula menambah pengetahuannya akan berbagai ilmu. Jika semua wanita
memiliki pola fikir seperti itu, alangkah kasihan generasi muda selanjutnya
yang memperoleh ilmu dan wawasan hanya dari lokasi pendidikan. Padahal, sekolah
pertama bagi anak adalah lingkungan keluarga.
Sementara untuk flanel, fashion dan kuliner, Aku tekuni atas dasar kecintaanku akan bisnis
tersebut. Selain itu, bisnis ini difungsikan sebagai penambal income lain di saat project disain sedang sepi.
Semua bidang usaha yang Aku tekuni tidaklah
membutuhkan modal yang besar. Untuk disain grafis, Aku hanya menggunakan keahlianku.
Berhubung semua fasilitas yang dibutuhkan sudah tersedia seperti notebook, internet, telepon genggam, dan
jaringan bisnis antara klien maupun percetakan, maka Aku hanya tinggal
memanfaatkannya saja. Ketiga komponen tersebut bisa dibilang penting dan cukup
untuk mengawali karier ini.
Sama halnya dengan bisnis yang lain seperti
flanel, fashion dan kuliner. Modal
yang Aku keluarkan kurang dari 300 ribu rupiah. Alasannya karena Aku belum
berani mengeluarkan banyak modal tanpa tahu peluang kedepan dalam bisnis
tersebut. Setidaknya hal ini untuk meminimalisir jika terjadi kerugian yang di
alami dikemudian hari.
Aku dan si Kecil Aira
Ada dua alasan mengapa Aku menggeluti bisnis dan
menjadi Mompreneur. Dua hal tersebut
yakni, untuk kesejahteraan buah hatiku dimasa yang akan datang agar Aku selalu
ada disisinya setiap waktu. Anak adalah sumber motivasi bisnisku. Keinginan
untuk memberikan pendidikan dan penghidupan yang layak untuk si kecil, juga
agar selalu dapat meluangkan waktu yang berkualitas serta selalu ada untuknya
adalah alasan kuat untuk terjun di dunia
bisnis ini dan terus berusaha dengan serius.
Selain itu, alasan yang membuatku berbisnis ialah
sebagai variasi hidup. Setidaknya dengan
berbisnis mampu mewarnai hari-hariku akan rutinitas pekerjaan rumah yang
terkadang membuat penat agar menjadi lebih bervariasi, indah seperti pelangi dan
berilmu. Dengan ini Aku nyatakan bahwa Aku bangga menjadi Mompreneur. *
No comments:
Post a Comment