Tuesday, 27 November 2012

BANGGA MENJADI MOMPRENEUR



Ini salah satu naskahku yang dimuat di majalah Potret Edisi 61 lalu


Ketika sebagian orang bangga akan jabatannya di kantor yang sukses sebagai wanita karier, dan sebagian lainnya merasa kecil saat dirinya hanya sebagai seorang Ibu rumah tangga, Aku adalah salah satu yang merasa bangga dengan posisiku saat ini. Sebagai seorang Ibu rumah tangga yang selalu berkutat dengan pekerjaan rumah yang hampir selalu sama dan itu-itu saja, mungkin menjadi hal yang membosankan. Tak bisa ku pungkiri, terkadang rasa itu menyergap hadir. Namun disitulah indahnya. Kita seperti di trainning untuk mampu keluar dari rasa jemu tersebut.

Bagi sebagian orang, menjadi Ibu rumah tangga adalah pilihan terakhir yang ditempuh ketika pilihan-pilihan lain dirasa sudah tak mampu lagi dijalani. Baik itu karena sudah uzur, dikeluarkan dari pekerjaan dan sulit mendapatkannya kembali, ataupun tak sanggup lagi membayar baby sitter maupun pembantu. Pun ada kalanya pilihan sebagai seorang Ibu rumah tangga, menghadirkan sedikit hinaan yang bersumber dari khalayak di sekitar lingkungan. Seolah Ibu rumah tangga benar-benar diremehkan dan dianggap sebagai sebuah profesi yang paling rendah bagi wanita.

Awalnya, selayaknya kebanyakan perempuan lain, sukses sebagai wanita karier adalah impianku. Bangga rasanya ketika pekerjaan berjalan lancar dan karier semakin meroket naik. Bangga rasanya ketika salary yang diterima sesuai dengan harapan dan kerja keras. Pun bangga rasanya saat orangtua dan keluarga turut merasakan kesuksesan tersebut. Terlebih kala jabatan tersebut membuat diri disegani dan dihormati oranglain. Kala itu, impianku terlalu jauh kedepan. Aku ingin menjadi wanita sukses dengan segudang ilmu dan kreatifitas tanpa batas. Aku ingin memiliki sesuatu dari jerih payahku sendiri. Dan yang paling penting, Aku ingin dianggap sebagai wanita tangguh dan hebat atas karier yang gemilang.

Namun, semua impian tak berjalan lancar. Ketika menikah dan hamil, Aku harus memutuskan resign dari pekerjaan karena saat itu Aku dihadapkan pada dua pilihan antara pekerjaan, atau janin yang tengah dikandung dimana saat itu sang janin terlalu lemah. Maka, atas kesepakatan bersama suami, Akupun resign demi keselamatan sang janin. Awalnya belum terbiasa menjalani hari-hari dan berubah status menjadi Ibu rumah tangga. Semua harus dijalani dengan terus belajar dan belajar dan bersabar.    
  
Lambat laun seiring berjalannya waktu, Aku memutuskan untuk beralih sebagai Mompreneur. Hingga kini, sudah lebih dari dua tahun Aku menekuni dunia bisnis sekaligus merangkap menjadi seorang Ibu rumah tangga. Semua kujalani dengan tujuan tertentu, yakni buah hatiku. Aku ingin membahagiakan dan selalu melihatnya bahagia. Mulai dari freelancer disain grafis, berjualan pernak-pernik flanel, fashion, hingga kuliner. Bahkan, Aku mulai merambah dan mencoba peruntungan di dunia penulisan. Bagi kebanyakan orang, mungkin dimata mereka Aku seperti kemaruk (serakah) karena mengambil lahan bisnis lebih dari satu. Aku tak ambil pusing. Bagiku, asal berpeluang menghasilkan materi, kenapa tidak? Semua Aku jalani dengan senang hati. Terbayang rasanya saat mendulang sukses menghasilkan pundi-pundi dari salah satu bisnis yang dijalankan.


Salah satu project tabloidku 

Sebagai pekerja freelancer disain grafis, project yang diperoleh setiap bulan tak bisa ditentukan. Terkadang banyak bahkan hingga overload, namun adakalanya tak ada pemasukan sama sekali di setiap bulannya. Alasanku memilih pekerjaan ini pun karena latar belakang pendidikan yang ku kenyam di bangku kuliah dulu. Walau sebagai Ibu rumah tangga, Aku tetap harus menggunakan ilmuku agar tak tergilas oleh zaman yang semakin canggih. Bukan berarti ketika seorang wanita memilih menjadi Ibu rumah tangga maka Ia berhenti pula menambah pengetahuannya akan berbagai ilmu. Jika semua wanita memiliki pola fikir seperti itu, alangkah kasihan generasi muda selanjutnya yang memperoleh ilmu dan wawasan hanya dari lokasi pendidikan. Padahal, sekolah pertama bagi anak adalah lingkungan keluarga.

Sementara untuk flanel, fashion dan kuliner, Aku tekuni atas dasar kecintaanku akan bisnis tersebut. Selain itu, bisnis ini difungsikan sebagai penambal income lain di saat project disain sedang sepi.
Semua bidang usaha yang Aku tekuni tidaklah membutuhkan modal yang besar. Untuk disain grafis, Aku hanya menggunakan keahlianku. Berhubung semua fasilitas yang dibutuhkan sudah tersedia seperti notebook, internet, telepon genggam, dan jaringan bisnis antara klien maupun percetakan, maka Aku hanya tinggal memanfaatkannya saja. Ketiga komponen tersebut bisa dibilang penting dan cukup untuk mengawali karier ini.

Sama halnya dengan bisnis yang lain seperti flanel, fashion dan kuliner. Modal yang Aku keluarkan kurang dari 300 ribu rupiah. Alasannya karena Aku belum berani mengeluarkan banyak modal tanpa tahu peluang kedepan dalam bisnis tersebut. Setidaknya hal ini untuk meminimalisir jika terjadi kerugian yang di alami dikemudian hari.





Aku dan si Kecil Aira



Ada dua alasan mengapa Aku menggeluti bisnis dan menjadi Mompreneur. Dua hal tersebut yakni, untuk kesejahteraan buah hatiku dimasa yang akan datang agar Aku selalu ada disisinya setiap waktu. Anak adalah sumber motivasi bisnisku. Keinginan untuk memberikan pendidikan dan penghidupan yang layak untuk si kecil, juga agar selalu dapat meluangkan waktu yang berkualitas serta selalu ada untuknya adalah alasan kuat untuk terjun di dunia  bisnis ini dan terus berusaha dengan serius.

Selain itu, alasan yang membuatku berbisnis ialah sebagai variasi hidup.  Setidaknya dengan berbisnis mampu mewarnai hari-hariku akan rutinitas pekerjaan rumah yang terkadang membuat penat agar menjadi lebih bervariasi, indah seperti pelangi dan berilmu. Dengan ini Aku nyatakan bahwa Aku bangga menjadi Mompreneur.  *


No comments:

Post a Comment

BESTIE

Dari sekian banyak teman yang saya miliki, mungkin hanya satu sosok manusia ini nih yang paling nge-klik. Sebab, cuma dia yang berani bicara...