Tuesday 27 November 2012

KUNCIR RAMBUT


Untuk para bunda yang senang mengirimkan cerita-cerita si buah hati, kalau ditolak ataupun tidak ada respon dari redaksi yang dikirim, jangan berkecil hati. Ambil kembali naskah itu, lalu kirimkan ke media lain. Belum tentu ditolak lho. Ini buktinya! Kisah Aira kali ini sempat ditolak oleh media tertentu, tapi ketika aku kirim ke media ini, malah dimuat. So, kalau punya naskah sekecil apapun itu, jangan dibuang ya. Siapa tau kelak terpakai lho... 



(Saat Aira nampang di Mom&Kiddie di rubrik Babystories edisi 6 tahun VII)


Ini dia kisah yang dimuat itu, silakan disimak ya...

Sudah rahasia umum, kebanyakan ibu yang memiliki anak perempuan suka mendandani puteri kecilnya. Apalagi kalau si kecil yang tampil cantik itu dipuji orang. Wah, senangnya ­selangit. Aku pun begitu. Tangan ini selalu gatal bila ­melihat karet rambut, jepit , bando, dan aksesoris lainnya, ingin rasanya segera menyulap rambut Aira agar semakin indah.
Namun bagi puteriku, ikat rambut bagai musuh bebuyutan yang harus dijauhi. Saat aku mulai menyisir rambutnya, ia masih diam saja. Tapi begitu ia melihat ikat rambut, langsung kaki mungilnya berancang-ancang untuk kabur. Kalaupun aku sukses menguncir rambutnya, itu tandanya aku sudah berhasil melewati hujanan teriakan maut, cakaran tangan, serta hentakan kaki Aira. 
Ah, entahlah. Aku tak habis fikir, mengapa puteri kecilku itu begitu alergi terhadap ikat rambut. Apa yang membuatnya begitu, ya? Materialnya alias bahannya? Bentuknya? Rasa risih dikepala? Atau cara aku mengikat rambutnya? Masa sih kurang lembut? Kayaknya aku melakukannya dengan ­perlahan kok! Hmmpff, yang jelas Aira langsung lari terbirit-birit bila ­disodorkan kuncir rambut. Jangan-jangan ia phobia? Ah, semoga tidak! Duh, bagaimana mau tampil cantik bila susah didandani begitu? *  

No comments:

Post a Comment

BESTIE

Dari sekian banyak teman yang saya miliki, mungkin hanya satu sosok manusia ini nih yang paling nge-klik. Sebab, cuma dia yang berani bicara...